WHAT'S NEW?
Loading...

Dihantui Kutukan Pompeii, Para Turis Kembalikan Artefak Curian


Remaja 16 tahun itu melakukan aksinya dengan sembunyi-sembunyi. Mengambil genteng Romawi, memasukkannya ke dalam ransel, dan berusaha menyelundupkannya keluar dari kota kuno Pompeii yang sedang direnovasi.
Namun, pencurian itu disaksikan seorang turis Amerika Serikat. Kepada polisi yang mencegatnya di dekat pintu keluar, pemuda asal Belanda itu mengaku akan menjual artefak kuno itu di eBay, uang tersebut akan digunakan untuk membeli iPhone terbaru.
Meski bernilai sejarah, genteng tanah liat sederhana tak punya nilai jual tinggi. Tak bakal cukup untuk membeli iPhone.
Untung saja aksinya digagalkan. Jika tidak, mungkin ia akan menyesalinya seumur hidup. Bukan soal ancaman hukum, namun sesuatu yang dianggap lebih mengerikan lagi: ‘kutukan’.
Baru-baru ini dikabarkan, sejumlah turis yang pernah mengunjungi Pompeii mengembalikan ‘kenang-kenangan’ yang mereka ambil dari sana.
Menurut surat kabar Italia Corriere Della Sera, sejumlah turis menduga, mereka mendapat kutukan karena nekat mengambil artefak dari kota yang terkubur abu panas Gunung Vesuvius itu.
Selama beberapa tahun, sebanyak 100 paket berisi benda-benda dari situs Pompeii dikembalikan. Sebagian disertai surat yang menjelaskan, masalah dalam hidup si pengirim mungkin dipicu aksi pencurian mereka di kota kuno tersebut.
Salah satu surat ditulis pria Spanyol. Ia mengembalikan sejumlah artefak, termasuk patung perunggu yang ia ambil pada 1987. Menurut dia, benda itu telah menghancurkan keluarganya.
Surat lain datang dari seorang perempuan Inggris, yang mewarisi genteng curian dari orangtuanya yang baru saja meninggal dunia.
“Tolong jangan menghakimi mereka terlalu keras,” kata dia, seperti Liputan6.com kutip dari News.com.au.
Seorang perempuan asal Kanada yang mengantongi pecahan tegel lantai saat bulan madu mengunjungi Pompeii pada tahun 1970-an, juga mengembalikan apa yang ia ambil, sembari minta maaf atas kesalahan yang pernah dilakukannya saat muda.
Dan seseorang dari Amerika Latin mengembalikan batu yang diambilnya dari Pompeii. Ia mengaku, keluarganya mengalami ‘trauma demi trauma’ sejak ia mengambil artefak tersebut.
Massimo Osanna, pengawas arkeologi Pompeii mengatakan, sejumlah benda yang dikirimkan ke pihaknya termasuk patung kecil, gerabah, dan keramik.
“Orang-orang menulis surat, yang mengungkap kenang-kenangan yang mereka bawa dari Pompeii tak memberikan manfaat apapun, justru mengundang kemalangan,” kata dia.
Ia berencana membuat pameran khusus, yang memajang artefak yang dikembalikan dan surat-surat yang diterima pihaknya. Untuk menceritakan pada dunia, kisah di balik pencurian di Pompeii. Juga untuk memberi pelajaran.

Kota Terkutuk?
Massimo Osanna menambahkan, sejumlah orang meyakini, Pompeii adalah ‘kota terkutuk’. Dan kutukan itu bisa jadi menular.
Konon, erupsi dahsyat Gunung Vesuvius yang mengubur kota beserta seluruh penduduknya dengan abu panas terjadi karena para dewa marah dan menghukum mereka yang telah menghancurkan bangunan suci.
Sejarah mencatat pada 24 Agustus tahun 79, Gunung Vesuvius meletus dahsyat. Awan panas, batuan dan abu membara menghujam ke dua kota, Pompeii dan Herculaneum.

Pompeii terkubur selama berabad-abad di bawah lapisan abu erupsi dahsyat Gunung Vesuvius pada tahun 79 Masehi. Kini ia kembali terancam.
Sekitar 1.600 tahun kemudian, secara tak sengaja keberadaan Pompeii ditemukan. Ada jasad-jasad manusia yang diawetkan oleh abu, dengan segala pose. Menguak jalanan beku, tempat pelacuran yang dipenuhi fresko erotis.
Pompeii pertama kali digali di 1748. Temuan erotis itu adalah hal sangat memalukan bagi para sarjana dan cendekiawan era Victoria — di mana penggambaran seksual dianggap tabu. Padahal di masanya, apa yang dianggap mesum, adalah hal biasa bagi masyarakakat Pompeii.
Alkisah, Raja Francis I yang menghadiri pameran koleksi temuan dari Pompeii pada 1819, merah padam wajahnya saat melihat koleksi yang dianggap mesum kala itu. Ia pun bertitah barang-barang erotis dipindah dan dikunci rapat-rapat di museum lain — yang hanya bisa diakses para ilmuwan.

0 komentar: